Gue berjalan gontai menuju kamar
gue. Lalu gue menghela napas lumayan panjang. Tas sekolah gue, gue taruh di
samping pintu. Gue kembali menghela napas.Tidur siang kayaknya enak nih, pikir
gue. Gue langsung melompat ke atas kasur. Hawa panas khas Cilacap cukup membuat
gue agak kesulitan memejamkan mata. Gue menggeliat liat di kasur mencari posisi
yang nyaman buat memejamkan mata. Setelah yakin selama setengah jam kedepan gue
cuma bakalan mutar muter di atas kasur doang,gue memutuskan untuk sejenak ke
toilet buat cuci muka sebentar. Itung itung buat penyegaran. Gue dengan enggan
meninggalkan empuknya kasur gue dan kembali berjalan gontai menuju wastafel.
Gue kembali merenungi apa yang terjadi akhir akhir ini. Banyak hal yang
terjadi. Banyak banget malah.
---
Gue adalah seorang anak kelas 3
SMA. Yang seharusnya menghabiskan waktu sengganggnya untuk mengutak atik
berbagai soal, serta mempelajari bagaimana struktur glikolisis dan cara
pengkalian matriks berordo 2 atau bahkan lebih. Yang seharusnya. Dengan kata
lain, gue belum melakukan itu semua. Gue lagi bosen setengah napas (lho). Dan
dalam keadaan seperti ini, gue yakin materi semudah apapun juga gak bakalan
masuk ke ingatan.
Kembali ke pembahasan paragraf
sebelumnya. Gue kembali diingatkan oleh Tuhan tentang betapa penting dan
singkatnya hidup. Suatu siang , ketika gue akan bersiap siap untuk tidur siang,
Bokap datang ke kamar, dengan mimik wajah serius, beliau berkata dengan suara
rendah
“Nu, tau bu Heru? Yang jualan di
warung tingkat?”tanyanya. Gue terdiam sebentar. Memang dideket rumah gue ada
sebuah warung bertingkat 2. Sebenarnya tempat itu tidaklah cocok disebut
warung. Akan tetapi, kebiasaan bokap menyebut “tempat” itu dengan sebutan
warung. Kemudian gue mengingat ingat kembali wajah ramah penjual warung
tingkat. Terlintas wajah seorang wanita tua namun dengan wajah yang ramah yang
selalu tersenyum kepada para pembelinya.Gue mengangguk “Iya, yang jualan itu
kan?” jawab gue.
“Tadi pagi meninggal nu.”
“Inna Lillahi wa Inna Ilaihi roji’un”
Gue tercekat, kembali teringat masa masa dahulu dimana gue sering ngutang ke bu
Heru Cuma buat beli permen karet. Sering beli jajan sampe sering mencret gara
gara makan kebanyakan micin, sekarang orang yang penting dalam perjalanan masa
kecil gue telah tiada. Hal pertama yang gue pikirkan adalah: “Mati, gue masih
ngutang deh kayaknya”
“Meninggal kenapa pak?” tanya
gue.
“Leukimia, gak keliatan ya punya
penyakit separah itu
”
“Oh Leukimia, ya parah ya”
“Ya gitu deh, tadi pagi udah
dikuburin”
“Oh gitu” jawab gue. Setelah bokap
gue keluar dari kamar, gue kembali
memejamkan mata. Berharap kali ini bisa tertidur.
---
Entah kenapa gue enggak setuju
sama pepatah yang berkata “Keledai takkan jatuh kelubang yang sama dua kali”.
Well, gue sedikit banyak setuju tentang peribahasa ini. Terkadang kita “suka”
melakukan hal yang sudah tau kita salah. Misalnya, bangun telat, tidur larut
malam, belum ngerjain tugas, dan banyak hal lainnya. Walaupun udah tau bakalan “jatuh
kelubang yang sama”, kita masih saja ngelakuin hal itu. Lalu, walaupun kita
sudah bisa bangkit dari sebuah lubang, kita masih terlalu rabun untuk melihat
lubang yang lain, sehingga kita rentan terjatuh dalam lubang yang sekilas
berbeda, tetapi disebabkan oleh hal yang sama, ngerti?.
Gue juga gak terlalu ngeh sama
perkataan orang orang bahwa “CLBK itu gak ada”, atau beberapa orang yang
berpendapat bahwa “itu sama aja kayak mbaca buku yang sama 2 kali. Endingnya ya
masih sama aja” Gue berasumsi, bahwa satu hubungan gak mungkin akan berjalan
tanpa halangan. Sempurna tanpa cacat. Akan ada hal yang terjadi, baik itu
menguatkan atau melemahkan suatu hubungan.
Dan dari itu semua, gue berpikir
bahwa kalimat pepatah yang baik menurut gue adalah “Keledai TAK TAKUT jatuh
kelubang yang sama 2 kali”. Kita belajar banyak hal selama hidup. Kita keledai
yang belajar untuk hidup, bukan hidup untuk belajar. Kita keledai yang belajar
bahwa kehidupan d idunia sementara. Kita keledai yang belajar bahwa ada saatnya
kita harus percaya sama seseorang yang ada didepan kita dengan sepenuh hati,
walaupun dengan risiko akan dibohongi. Kita keledai yang TAK PERLU TAKUT jatuh
ke lubang yang sama. Kita keledai yang berani. Keledai yang Absurd.
keledai yang TAK PERLU TAKUT belajar untuk hidup
BalasHapusyap, itulah intinya. Gak perlu takut sama kesalahan.
BalasHapusgak perlu takut tapi tetap jangan lupa mempertimbangkan
BalasHapusyap, bener sekali
BalasHapus