Mari kita memulai post ini dengan line kalimat yang rada bijak.
"Yang asli ga akan bisa dikalahin sama yang palsu"
Pelajaran itu yang gue dapet ketika malam minggu kemaren gue dan dua orang temen gue, Avi dan Beta ke wahana Rumah Hantu di salah satu tempat belanja terkenal di kota gue. Waktu itu kita bertiga sengaja memilih waktu malam hari biar bisa sekalian ngangkring setelah main. Gue berterimakasih sama temen gue lainnya, Shecha yang merelakan tiket berhaganya jatuh ke tiga anak tapir epilepsi ini.
Setelah berhasil menukar kuitansi, gue dan dua manusia salah lahir ini bersiap di depan pintu Rumah Hantu. Kita bertiga sempet hampir berantem gara gara urutan masuk. Avi yang dasarnya penakut menyuruh gue jalan paling depan. Beta, yang sama kecoak terbang aja pingsan histeris ketika si penjaga loket menyuruh kita masuk.
"Mri, Kamu yang depan. Mri, DEPAN MRI DEPAN!!"serunya sambil mendorong bahu gue. Gue yang males memimpin di depan menarik lengan baju Avi. Namun tanpa diduga duga saat itu Avi terlihat hampir kehilangan kesadarannya,
"MRI, KAMU DI DEPAN MRI, KAMUU AAAARGH" jeritnya. Matanya memutih dan mulutnya mulai mengeluarkan busa. Melihat banyaknya busa yang dikeluarkan Avi gue sempet berpikir untuk mengadakan seminar pencuci piring dengan busa Avi sebagai bahan cucinya.
"POKOKNYA KAMU DI DEPAN MRIII" jerit Beta.
"MRIII, KAMU DI DEPAAAAARGHH" teriak Avi.
Mereka berdua terlihat seperti lumba lumba yang sedang kesetrum tegangan tinggi.
Akhirnya gue merelakan diri berjalan di depan. Atau dengan kata lain sasaran utama hantu hantu disana. Ketika kita bertiga mau masuk, ada rombongan lain yang terdiri dari 4 orang mengekor dibelakang Beta. Lalu jadilah kami, 7 orang sok berani yang hendak berkelana di dalam Rumah Hantu.
Lalu mas mas penjaga tiket berbicara kepada gue, "Ikutin lampu senternya mas, ati ati jalannya"
"Iya mas," Kami bertuju membentuk sebuah kereta, gue yang didepan bertugas memandu, sedangkan Avi, yang berada tepat dibelakang gue menaruh tangannya di bahu gue. Lalu Beta menaruh tangannya di bahu Avi. Seperti itu sampai orang yang berada paling akhir dari rombongan ini.
Dan beginilah kejadiannya. Gue melangkahkan kaki masuk ke pintu rumah hantu. Mencari cari dimana cahaya senter yang mas mas tadi tunjukkan. Rumah Hantu ini benar benar minim cahaya, sehingga gue perlu meraba raba dengan tangan dimana jalan yang seharusnya. Berkali kali gue dan rombongan kepentok dinding triplek dan ornamen ornamen khas hantu. Setapak demi setapak gue lalui, masih dengan mata yang berusaha kuat mencari sinar senter.
Setelah beberapa saat mencari, mata gue menangkap sekelabatan cahaya di ujung lorong, gue lalu berteriak pada rombongan "Weh, cahayanya udah keliatan, ayok" Namun ketika beberapa langkah gue mendekat ke cahaya itu Beta dan Avi berteriak "WAAAAAA POCOOONG" suaranya terdengar seperti perawan yang hendak diperkosa. Jeritan mereka mempengaruhi orang dibelakangnya. Spontan 4 orang dibelakang kami ikutan teriak "WAAAAAAAA" Suasana mendadak sangat menegangkan. Gue yang ga tau harus ngapain jadi ikutan teriak. Dan selama beberapa saat pocong yang ngegangguin kita diam, sepertinya kaget ada 7 cowok yang labil yang takut sama pocong.
Gue mempercepat langkah gue, diujung lorong ternyata masih terdapat jalan yang panjang, gue dan rombongan berkali kali teriak karena adanya kuntilanak yang ngegrepe kita dari samping, kakek cangkul salah minum obat, sampe noni belanda yang terus terusan nangis. Setelah beberapa menit dicekam bahaya, mata gue kembali dituntun oleh cahaya senter dari mas mas penjaga tiket, gue berjalan setapak demi setapak. Lalu kengerian itu muncul kembali, hantu hantu yang kita udah lewati kumpul di lorong terakhir sebelum keluar, kita semua teriak, gue mencar dan beberapa kali kepentok hantu gara gara lari sambil merem. Lalu gue masuk keruangan sempit, yang berbeda dari sebelumnya. Diujung ada seseorang yang berpakaian malaikat pencabut nyawa. Ternyata gue masuk ke lorong untuk jalan pintas para hantu. Gue kemudian ditunjukan lorong yang tepat buat keluar. Dan kini masalahnya cuma satu. Gue sendirian.
Anjrit.
Setelah melihat jalan lurus menuju pintu keluar, gue berlari dengan mata terpejam, pocong yang diawal ngeganggu gue, gue tabrak dengan kekuatan badak gila. Gue terus berlari, hingga akhirnya korden pintu keluar tersibak.
Semua terlihat ketakutan dan ngos ngosan, gue yang terakhir keluar memasang muka pura pura berani. "Ah, cemen lo, sama hantu palsu aja takut, cupu" Lalu gue menertawai mereka dengan puas. Ya, disaat seperti ini pura pura berani adalah salah satu cara agar lo ga keliatan cemen di depan orang orang.
Setelah semua berakhir, gue pikir gue ga akan berurusan dengan yang namanya hantu untuk sisa hari itu. Setelah main di Rumah Hantu, gue dan Beta menuju ke rumah Gani, temen gue untuk menitipkan Flashdisk. Di jalan gue tetep aja ngejekin Beta yang keliatan cupu selama di Rumah Hantu. Belum puas ngejekin Beta, gue dan Beta udah sampe di gerbang depan perumahannya Gani, Gunung Simping. Waktu itu jam set 11 malam, waktu yang ga tepat buat main di GS yang terkenal horror. Bercerita tentang GS, gue pernah mengalami sensasi horror bersama Eki.
Gue dan Eki pulang dari rumah Gani set 12. Setelah mengobrol panjang lebar soal kuliahan, gue dan Eki pamit. Gue dan Eki sepakat bakalan lewat gang kecil aja menuju gerbang depan. Sebelum pergi kita bertiga sempet ngomongin soal bau kentang, bau yang sering kecium di jalan yang bakalan gue dan Eki lewatin nanti. Gue waktu itu ndengerin mereka cerita dengan perasaan horror, takut takut apa yang mereka bicarakan kejadian. Benar saja, ketika gue dan Eki melewati jalan tersebut, tercium bau kentang yang sangat kuat. Bulu kuduk, bulu ketek, serta bulu babi semuanya merinding. Eki yang berada di depan gue cuma nyengir kuda sambil melihat ke arah gue. Kita berdua kompak gak ngeluarin suara. Setelah 20 meter yang sangat panjang bau kentang itu akhirnya memudar, gue dan Eki sudah bisa bernapas lega.
Saat gue ngeboncengin Beta, gue teringat pengalaman itu. Gue sengaja ngelewatin jalan yang gue kira aman, jauh dari jalan yang gue lewati sama Eki. Gue membuka obrolan dengan berkata
"Bet, tau gak, aku lih pernah ngalami--"
"Bau kentang ya mri" celetuk Beta tanpa rasa bersalah.
Anjrit Babi Kampret jilid 2
Gue ga jadi melanjutkan cerita gue. Gue terdiam, takut takut si hantu denger percakapan gue trus ikutan nimbrung. Gue berpikir apa cara yang tepat buat kabur jika hantu itu iseng ngegangguin gue dan Beta. Salah satu jalan keluar yang gue pikirkan ketika hantu itu muncul adalah dengan njorokin Beta supaya jatoh, lalo memohon dan meyakinkannya bahwa kalo si hantu iseng nyulik Beta, dunia gak akan kehilangan satu orang kaya Beta. Lalu gue berpikir lagi, apakah yang terjadi kalo salah satu diantara gue dan Beta kesurupan? Entahlah. Dengan berbisik kecil gue ngomong ke Beta.
"Bet"
"Apa?"
"Dzikir kampret" gue udah mulai menggumamkan dzikir buat ngehindarin gue dari hal hal yang ga gue inginkan. Seperti misalnya Beta kesurupan dan dia dalam keadaan trans mleperin keteknya ke muka gue. Lalu esoknya gue ditemukan dengan paru paru lumpuh.
"Dzikir apasih?" Nada suaranya mulai terdengar cemas, tapi ga gue perhatiin, gue terus saja dzikir.
Alhamdulillah akhirnya bau itu sedikit demi sedikit menghilang, gue memanjatkan syukur karena gak terjadi apa apa dengan gue dan Beta. Gue dan Beta ketemu Gani lalu menceritakan pengalaman gue malam itu. Gue bersyukur. Sisa malam itu sedikit tenang setelah pengalaman mistik gue terjadi.
Apa yang membuat gue kaget adalah ketika di Rumah Hantu, gue gak setakut ketika gue di GS, karena mungkin otak gue secara alamiah menganggap bahwa Hantu di sana bukanlah hantu asli, sehingga lo bisa lebih enjoy ketika masuk dan jalan jalan di dalamnya. Namun ketika di GS, hantu asli, bahkan dengan baunya saja membuat gue nyaris kencing di celana Beta. Dan gue sadar, seperti di awal post ini, kalimat yang menjadi satu pemikiran gue setelah kejadian mistik di GS itu. Bahwa yang asli, gak akan bisa dikalahin sama yang palsu.
Komentar
Posting Komentar