Kakek Pecinta Kucing

Malem ini, gue baru saja pulang dari membeli sebungkus nasi goreng dan roti tawar ketika gue melihat kakek kakek pemilik kos deket kosan gue.

Mari gue jelaskan lebih detail bentar tentang kakek kakek yang satu ini.

Gang tempat gue tinggal, Gang Rukun Masjid, punya lebih dari 10 tempat kos dengan pemilik kos yang berbeda beda. Mungkin karena gang gue berdekatan dengan jalan tol dan jalan utama ke arah kota, sehingga banyak pekerja atau bahkan mahasiswa Undip yang betah tinggal di sini. Padahal jarak ke Univ sendiri bisa nyampe 10 menit, kalo keadaan macet bisa ngaret sampe sekitar 15 menit. Cukup jauh loh.

Nah, pemilik kos yang mau gue ceritain sekarang adalah pemilik kos ke delapan, rumah kosnya ga lebih gede dari tempat gue, tapi tetep aja rame yang ngekost disana.

Dan soal pemilik kos ini, beliau punya hobi yaitu melihara kucing. Ga tanggung tanggung,sekali jembreng pet carriernya bisa nyampe 5 sampe 10, pokoknya banyak lah.

Saking banyaknya, hampir setiap kali gue keluar kos buat ke kampus, gue selalu liat kakek kakek pemilik kos itu ngurusin kucingnya. Ada yang dimandiin, disuapin, ditidurin, banyak lah aktivitasnya.

Sama seperti malem ini, ketika gue balik dari beli makanan. Entah sudah berapa kali gue melihat kakek kakek pemilik kos itu ngurusin kucingnya. Dia dengan telaten dan wajah yang selalu tersenyum memelihara kucing kucing miliknya, seakan akan kucing kucing tersebut adalah bagian dari hidup si kakek.

Alih alih nyinyir atas apa yang beliau lakukan, gue merasakan kesamaan atas apa yang gue alami. Gue berpikir, alasan beliau memelihara banyak kucing itu adalah

1. Kucing kucing tersebut adalah milik istrinya yang notabene sudah meninggal, atau
2. Kucing kucing tersebut beliau beli setelah istrinya meninggal.

Arti dari pemikiran gue barusan adalah; beliau baru saja *atau mungkin sudah lama* ditinggalkan oleh istrinya. Dan kucing kucing tersebut, adalah pelarian beliau dari kesedihan yang dia alami.

Gue bisa merasakan hal yang mirip dengan apa yang beliau rasakan. Gue "meninggalkan" banyak hal di kota asal gue. Kenangan, orang tua, mainan, dan banyak hal lainnya. Ketika gue pertama kali menginjakkan kaki di semarang sebagai anak kost dengan membawa banyak barang gue merasakan ironi yang sangat, gue membawa banyak hal namun meninggalkan lebih banyak hal.

Setidaknya, beliau punya kucing sebagai pelarian dari apa yang dia alami. "Kucing" yang gue punya hanyalah kasur kos yang setiap hari gue pakai. Setiap kali gue jenuh dengan apa yang gue lakukan, gue akan berbaring di kasur kamar, melepaskan pikiran dan beban dari apa yang disebut "Bertumbuh dan Dewasa"

Cukup lama gue berhenti untuk mengamati apa yang beliau lakukan. Dengan senyum yang sedikit dipaksakan gue kembali melanjutkan langkah gue. Makanan yang gue bawa gue ayun tanpa tenaga. Dan sembari melangkah, gue menatap bulan yang menggantung di atas langit. Lalu mendesah keras.

Yah, gue harus merasakan perasaan jenuh ini beberapa malam lagi. Sampai seseorang yang tepat membawa pergi. jauh perasaan ini dari hati gue. 

Komentar